Entri Populer

Senin, 21 Februari 2011

Potensi Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Sebagai Alternatif Terapi Encok (Gout)

PENDAHULUAN
Encok (selanjutnya ditulis gout) merupakan penyakit artritis akut yang disebabkan adanya kristal monosodium urat pada leukosit yang terdapat pada cairan sinovial, deposit monosodium urat pada jaringan (tophi), penyakit ginjal interstisial dan nefrolitiasis asam urat (Yulianah dkk, 2008). Gout adalah penyakit yang didioagnosis oleh simptom bukan oleh hasil pemerikasaan laboratorium. Gejala klinis yang sering muncul adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di sekitar sendi. Gout biasanya menyerang sendi ibu jari kaki. Bagian lain yang dapat terserang diantaranya adalah pergelangan kaki, tumit, pergelangan tangan, jari, dan siku (Dipiro and Robert, 2005).
Gout diawali dengan kejadian hiperurisemia. Hiperurisemia adalah kondisi yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi asam urat dalam tubuh mencapai lebih dari 7,0 mg/dL. Konsentrasi asam urat yang tinggi menyebabkan peningkatan resiko penyakit gout. Gout sering dihubungkan dengan penyakit metabolisme yang lain seperti obesitas, diabetes melitus, dan hipertonia, dan penyakit cardiovascular (Tausche, 2009).
Menurut  Dipiro and Robert (2005), konsentrasi asam urat (resiko gout) berkorelasi dengan umur, kadar kreatinin dalam serum, kadar nitrogen urea dalam darah, gender laki-laki, tekanan darah, berat badan dan konsumsi alkohol. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1999, menemukan bahwa prevalensi gout dan hiperurisemia di USA adalah 41:1000 dan di UK prevalensi gout adalah 14:1000. Angka kejadian gout saat ini antara 20-35:100.000 orang, dan prevalensi secara keseluruhan 1,6-13,6:1000. Laju prevalensi tahunan dari gout dan hiperurisemia meningkat, terutama pada manula. Gout terjadi makin sering pada laki-laki dibanding perempuan, pada usia lebih tua, pada kadar asam urat lebih tinggi, dan ada kaitannya dengan hipertensi. Ternyata18% penderita gout mempunyai sejarah keluarga (genetika) dengan hiperurisemia, dan terjadinya gout cenderung meningkat bila kadar asam urat meningkat (Dipiro and Robert, 2005).
Insidensi hiperurisemia sebesar 2 sampai 18 % dan insidensi gout sebesar 0,1 sampai 0,3 % pada usia di atas 40 tahun. Pada pria ditemukan rasio 19:1, kebanyakan ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Tidak ditemukan pada wanita pramenopouse (16:10.000) dan meningkat menjadi 5 sampai 6 kali lebih banyak pada wanita usia 40 sampai 50 tahun. Ditemukan terdapat 25% dari  penderita gout memiliki riwayat keluarga penderita gout (Parent, 1998).
Faktor lingkungan seperti asupan purin dalam diet, konsumsi alkohol, obat aspirin dosis rendah dan diuretik juga berperan. Kelainan metabolisme yang diturunkan juga turut berperan karena menyebabkan produksi asam urat berlebih atau menurunnya ekskresi asam urat (Davey, 2002). Hiperurisemia dapat terjadi karena peningkatan sintesis prekursor purin asam urat atau penurunan eliminasi / pengeluaran asam urat oleh ginjal atau keduanya.
Penanganan gout biasanya dibagi menjadi  penanganan serangan akut dan penanganan hiperurisemia pada pasien artritis kronik. Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini: a. mengatasi serangan akut, b. mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat pada jaringan terutama persendian, c. terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik. Edukasi pasien dan pemahaman mengenai dasar terapi diperlukan untuk menjamin keberhasilan terapi gout. Menghindari faktor - faktor yang dapat memicu serangan juga merupakan bagian yang penting dari strategi penatalaksanaan gout (Johnstone, 2005).
­ Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Akan tetapi, Allopurinol memiliki efek samping yang berat, seperti hepatitis, neuripati, reaksi alergi  dan ini menjadi dasar untuk penemuan xantin oxidoreduktase baru dalam sumber alami sebagai alternatif pengganti penggunaan Allopurinol (Strazzullo, 2007).
Indonesia merupakan peringkat kedua di dunia (sesudah Brazil) dalam hal kekayaan dan keragaman hayati darat dan merupakan peringkat pertama apabila kekayaan biota lautnya ikut diperhitungkan. Sumber daya hayati ini merupakan keunggulan komparatif, apabila dilakukan dengan penerapan teknologi yang tepat akan meningkat menjadi keunggulan kompetitif di persaingan global. Pengembangan obat baru dari senyawa tunggal memerlukan waktu panjang (lebih dari 20 tahun) dengan biaya yang sangat mahal (s/d 500.000.000 USD). Dengan kondisi perekonomian saat ini, Indonesia masih sulit untuk mewujudkan pengembangan obat baru. Pilihan yang lain adalah melalui peningkatan kualitas obat alami agar memiliki kejelasan khasiat, mutu dan keamanannya antara lain melalui proses standarisasi bahan baku dan proses serta uji khasiat dan keamanan secara praklinik dan klinik (Firdayani, dkk, 2003).
Di Indonesia, tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.)  banyak digunakan sebagai gendola atau gapura yang melingkar di atas jalan taman. Ada yang beranggapan binahong berasal dari Korea. Namun tanaman ini sebenarnya sudah lama ada di Indonesia dan biasa disebut gendola (Basella rubra Linn.). Secara empiris hampir semua bagian tanaman dapat digunakan dalam terapi herbal, antara lain penyakit paru-paru, diabetes melitus, radang ginjal, ambeien, disentri, luka bakar dan asam urat (Anonimb, 2010).
Kandungan kimia binahong antara lain saponin triterpenoid, flavonoid, dan minyak atsiri (Rachmawati, 2008). Flavonoid yang bersifat antioksidan dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase, sehingga dapat menghambat pembentukan asam urat (Aninda, 2008), serta asam oleanolic yang merupakan senyawa triterpenoid memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (Liu .J, 1995). Zat aktif yang terkandung di dalamnya, diharapkan binahong bisa menjadi alternatif terapi gout untuk mengurangi kadar asam urat dengan efek samping yang jauh lebih kecil dibanding dengan obat sintetis.
Gagasan ini bertujuan untuk menelaah aktivitas ekstrak etanol binahong sebagai alternatif terapi untuk penyakit gout. Selanjutnya gagasan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penulis, serta sebagai acuan untuk pengembangan pemanfaatan binahong  sebagai alternatif terapi penyakit gout. Dengan demikian penelaahan tentang binahong ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas serta menambah daftar tanaman obat tradisional Indonesia sebagai bahan fitofarmaka. Pada akhirnya masyarakat akan termotivasi untuk mendayagunakan daun binahong sebagai  alternatif terapi gout sebagai kearifan lokal, sehingga masyarakat mampu mengatasi menyakit gout dengan bahan yang mudah diperoleh di sekitar rumah dan biaya murah.

GAGASAN
Dewasa ini, pemanfaatan bahan alami sebagai pengobatan alternatif sedang banyak diperbincangkan. Pada umumnya, masyarakat saat ini cenderung memilih pengobatan menggunakan bahan alam, karena selain mudah didapat dan harganya yang murah, bahan alam yang digunakan sebagai obat memiliki efek samping yang relatif lebih ringan dibanding obat sintetis. Akan tetapi penggunaan kebanyakan bahan alam ini masih berdasar bukti empiris dan tidak banyak yang sudah ada penelitian yang dapat digunakan sebagai acuan. Berdasarkan uraian di atas, penulis menemukan gagasan untuk memperdalam kajian tentang daun binahong sebagai alternatif terapi gout sehingga dapat sebagai acuan untuk penggunaan daun binahong bagi masyarakat luas.
Binahong merupakan spesies Anredera cordifolia (Tenore) Steen, tanaman merambat dari kelas Magnoliopsida, dan dari famili Basellaceae. Binahong juga disebut sebagai Madeira Vine, Potato Vine, Lambs Tails, di Cina tanaman ini terkenal dengan nama teng san chi.
Binahong berupa tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), dan bisa mencapai panjang ± 5 m. Batangnya lunak, berbentuk silindris, saling membelit, dan berwarna merah. Daun dari tanaman ini bertangkai sangat pendek (subsessile), susunannya berseling, berwarna hijau, dan berbentuk jantung (cordata). Bunganya majemuk berbentuk tandan, bertangkai panjang, muncul di ketiak daun. Akarnya berbentuk rimpang, berdaging lunak (Mus, 2008). Zat aktif yang terkandung dari tanaman ini adalah saponin triterpenoid, flavonoid, dan minyak atsiri (Rachmawati, 2008).
Daun binahong diketahui mempunyai kandungan asam oleanolik (Hammond et al., 2006). Asam oleanolik tersebut mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi dan bisa mengurangi rasa nyeri pada luka bakar (Tshikalange, 2007). Asam oleanolik yang merupakan agen antiinflamasi ini akan menghambat pembengkakan dan mencegah kerusakan jaringan pada gout dengan menghambat produksi nitrit oksid (SJ, Suh, 2007). Asam oleanolik merupakan golongan triterpenoid yang merupakan antioksidan pada tanaman (Liu J, 1995). Triterpenoid sendiri merupakan senyawa terpenoid yang merupakan hasil metabolit sekunder tumbuhan. Terpenoid disebut juga dengan minyak atsiri, berfungsi sebagai pelindung dari gangguan hama bagi tumbuhan tersebut dan sekitarnya (Lenny, 2006). Selain saponin triterpenoid, Rachmawati (2008) juga menemukan adanya senyawa flavonoid dan minyak atsiri pada daun binahong. Senyawa golongan flavonoid ini dimungkinkan mempunyai mekanisme sebagai penghambat xantin oksidase, sehingga dapat menghambat pembentukan asam urat sehingga dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh dan dapat menyembuhkan hiperurisemia yang disebabkan akibat penumpukan asam urat pada tubuh/plasma. Quersetin dan myrisetin merupakan senyawa golongan flavonoid yang diduga terdapat dalam daun binahong. Quersetin dan myrisetin membentuk gugus 3-hydroxyl di cincin benzopyran yang akan mereduksi afinitas dari ikatan enzim xantin oksidase (Lin CM, 2002).
Hiperurisemia merupakan kondisi kekacauan metabolisme biokimia, ditandai dengan tingginya level asam urat, dan merupakan faktor resiko terjadinya gout.  Oleh karenanya, mengontrol asam urat menjadi faktor penting dalam pengobatan penyakit tersebut (Liote, 2003). Xantin oxidoreduktase, molibdenun-containing enzim, merupakan enzim penting dalam katabolisme purin, yaitu dengan mengkatalisis oxidatif hidroksilasi dari hipoxantin menjadi xantin lalu menjadi asam urat (Nguyen M.T., 2004). Mekanisme pembentukan asam urat dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1.  Pembentukan Asam Urat Dari Nukleotida Purin Melalui Basa Purin Hipoxantin, Xantin dan Guanin (Titis Fitria, 2008).


Asam urat dalam tubuh dibentuk dari purin yang berasal dari nukleotida purin yang ada dalam makanan dan hasil metabolisme tubuh, yang oleh enzim uricase, asam urat dioksidasi menjadi bentuk alantoin yang mudah larut dalam plasma. Asam urat dibentuk di hepar dan dilepaskan ke dalam peredaran darah dalam bentuk bebas dan dalam jumlah kecil terikat oleh protein serum. Asam urat bebas dapat melalui membran glomerolus (Iryaningrum, 2005). Mekanisme eliminasi asam urat melalui ginjal dapat dilihat pada gambar 2. Sebesar  90% asam urat bebas yang ada di ginjal akan di reabsorbsi pada tubulus proximal, 50% di ekskkresi secara aktif, 50% di reabsorbsi lagi, 10% hasil filtrasi di ekskresikan (Davey, 2002).
Gambar 2. Eliminasi asam urat melalui ginjal (Titis Fitria, 2008).

Purin berasal dari makanan, penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua, serat hasil sintesa bahan-bahan yang ada dalam tubuh, seperti: CO2, glutamine, glisin, asam asparat, metilentetrahydrofolat dan N10-formiltetrahydrofolat. Oleh karena itu, dalam kondisi normal asam urat ada dalam darah dan air seni (urin). Purin dan pirimidin yang dilepaskan oleh pemecahan nukleotida mungkin digunakan kembali atau dikatabolisme. Pirimidin dikatabolisme menjadi CO2 dan NH3, dan purin dikonversi menjadi asam urat (Ganong, 2000).
Serangan akut artritis gout ditandai dengan onset rasa nyeri yang menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan ini awalnya khas monoartikular, lebih sering mempengaruhi sendi metatarsofalangeal (podogra), dan kemudian mempengaruhi bagian dorsal kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut, pergelangan tangan, jari, dan siku. Serangan biasanya dimulai pada malam hari, dengan pasien terbangun dari tidurnyadegan rasa nyeri yang menyiksa. Sendi yang dipengaruhi eritamentosus, hangat, dan membengkak. Demam dan leukositosis umum terjadi. Serangan yang tidak diobati dapat berlangsung selama 3 hingga 14 hari sebelum penyembuhan spontan (Yulianah, 2008).
Penyakit gout tidak bisa dicegah, tetapi beberapa faktor pencetusnya bisa dihindari (misalnya cedera, alkohol, makanan kaya protein). Pencegahan penyakit asam urat antara lain: a. membatasi asupan purin menjadi 100-150 mg purin per hari (diet normal biasanya mengandung 600-1.000 mg purin per hari); b. jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan; c. asupan protein yang dianjurkan bagi penderita gangguan asam urat adalah sebesar 50-70 gram/hari atau 0,8-1 gram/kg berat badan/hari. Sumber protein yang disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju dan telur; d. konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori ; e. minum minimal sebanyak 2,5 liter atau 10 gelas sehari ; f. tanpa alkohol (Anonima, 2008).
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Allopurinol adalah satu-satunya Xantin oxidoredukatse inhibitor pada penggunaan klinik dan disediakan sebagai agen penurun asam urat yang dominan tiga dasawarsa terakhir (Fels dan Sundy, 2008). Titik tangkap penghambatan xantin oksidase oleh allopurinol dapat dilihat pada gambar 3. Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol tidak aktif, tetapi 60 – 70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit aktif oksipurinol. Waktu paruh Allporurinol antara 2 jam dan oksopurinol 12-30 jam. Okspurinol diekskresikan melalui ginjal bersama dengan Allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit utama kedua (Johnstone, 2005). Akan tetapi, Allopurinol memiliki efek samping yang berat, seperti hepatitis, neuropati, reaksi alergi  dan ini menjadi dasar untuk penemuan Xantin oxidoreduktase baru dalam sumber alami sebagai alternatif dari penggunaan Allopurinol (Strazzullo, 2007).


Gambar 3. Patofisiologi Gout dan Mekanisme Obat-obatnya (Titis Fitria, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Lin CM, et al. (2002) yang berjudul Molecular modeling of flavonoids that inhibits xanthine oxidase, bahwa senyawa flavonoid dari analisis kinetik dapat menghambat xantin oksidase  dengan mengikat sisi reaktifnya. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang terdapat dalam tanaman dan terdiri dari enam (6) kelas, yaitu: flavonol, flavon, flavonon, katekin, antosian, dan isoflavon. Mekanisme utama dari flavonoid adalah aktifitas antioksidan, inhibitor enzim, dan penangkap radikal bebas. Xantin oxidoreduktase adalah salah satu enzim penting yang dihambat oleh sebagian flavonoid (Potapovich, 2003).  Menurut Suh SJ (2007) yang berjudul Triterpenoid saponin, oleanolic acid 3-O-beta-d-glucopyranosyl(1-->3)-alpha-l-rhamnopyranosyl(1-->2)-alpha-l-arabinopyranoside (OA) from Aralia elata inhibits LPS-induced nitric oxide production by down-regulated NF-kappaB in raw 264.7 cells, bahwa asam oleanolik dari pemurnian tanaman Aralia elata dapat menghambat transkripsi mRNA pada nitrit oksid dan gen COX-2 pada sel yang diinduksi oleh lipopolisakarida.

Makanan yang mengandung flavonoid memiliki dampak positif pada kesehatan manusia.  Sekarang ini telah dilakukan penelitian terhadap 15 macam flavonoid (quercetin, morin, myricetin, kaempferol, icariin, apigenin, luteolin, baicalin, silibinin, naringenin, formonoetin, genistein, puerarin, daidzin and naringin dihydrochalcone) yang telah diselidiki memiliki aksi hipourisemik pada mencit. Quercetin, morin, myricetin, kaempferol and puerarin secara signifikan menghambat aktifitas xantin oxidase di hati (MoSF, 2007). Senyawa inilah yang diduga terdapat dalam binahong, karena belum ada penelitian yang dilakukan tentang zat aktif yang bertanggung jawab terhadap mekanisme penghambatan xantin oksidase pada binahong.
Binahong mempunyai kandungan senyawa golongan flavonoid dan
glikosida flavonoid (Rachmawati, 2008). Senyawa flavonoid ini pada dosis 50 dan 100 mg/Kg BB selama 3 hari menunjukan penurunan kadar asam urat pada mencit. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, sebagian dapat diekstraksi dengan etanol 70%, dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia (Rochani, 2009).
Tanaman binahong mempunyai manfaat sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris dapat menyembuhkan berbagai penyakit berat. Dalam pengobatan yang digunakan  adalah bagian, akar, batang, daun, bunga serta umbi. Pemakaian secara oral dapat diramu sebagai berikut : binahong sebanyak tiga potong, dengan ukuran kurang lebih 2 – 3 cm, dicuci bersih dengan air, kemudian direbus dengan 5 gelas, setelah dingin disaring dan hasilnya diminum 2 - 3 kali sehari (Manoi, 2009). Di Cina, serbuk binahong dibuat dalam sediaan kapsul, sehingga pemakaiannya lebih praktis. Selain kapsul, serbuk binahong masih diupayakan bentuk-bentuk sediaan obat tradisional yang baik dan dapat diterima masyarakat, salah satunya adalah sediaan tablet effervescent yang memiliki kelebihan yakni dari segi estetika lebih elegant, lebih mudah pengemasannya (packaging) dan dosis yang lebih tepat. Selain itu, tablet effervencent juga lebih mudah menghasilkan larutan yang homogen dalam waktu singkat. Tablet effervescent memiliki rasa yang enak karena adanya karbonat yang akan memperbaiki rasa pada larutan.

KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan telah menunjukkan hasil yang mendukung potensi binahong  (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) sebagai alternatif pengobatan encok (gout) dengan menurunkan kadar asam urat pada hewan percobaan. Dalam skrining fitokimia binahong, terdapat senyawa golongan flavonoid dan glikosida flavonoid, yang dimungkinkan terdapat senyawa yang dapat menurunkan kadar asam urat yaitu quercetin, morin, myricetin, kaempferol and puerarin. Senyawa flavonoid ini pada dosis 50 dan 100 mg/Kg BB selama 3 hari menunjukan penurunan kadar asam urat pada mencit. Selain itu, binahong juga memiliki kandungan asam oleanolik, merupakan senyawa golongan saponin triterpenoid yang diketahui mempunyai efek farmakologi sebagai antiinflamasi yang dapat mencegah kerusakan jaringan pada gout,  sehingga aktivitas hipourisemik binahong dapat digunakan oleh masyarakat luas dan menambah daftar tanaman obat Indonesia sebagai fitofarmaka. Pada akhirnya masyarakat akan termotivasi untuk mendayagunakan binahong sebagai  alternatif terapi gout sebagai kearifan lokal, sehingga masyarakat mampu mengatasi menyakit gout dengan bahan yang mudah diperoleh di sekitar rumah dan biaya murah.
Binahong dapat dibuat sediaan serbuk, sehingga pemanfaatan binahong dikemudiaan hari dapat dibuat sediaan tablet effervescent yang lebih mudah dalam pengemasannya (packaging) dan rasanya yang lebih baik dibandingkan sediaan serbuk biasa. Diharapkan produksi binahong dalam bentuk tablet effervescent dapat meningkatkan nilai ekonomi dari binahong.

2 komentar:

  1. Terima kasih,tulisan ini sangat bermanfaat dan menambah pengetahuan.

    BalasHapus
  2. materinya sangat bagus...... tp refensinya kok nggak ditampilkan ya........

    BalasHapus